Sementara itu, ibu dari putra semata wayangnya itu hanya diakui sebagai istri, bukan sebagai ratu istana. Raden Wijaya merasa bahwa Gayatri mungkin akan kecewa dengan status anak lelaki itu sebagai "setengah-putra mahkota".
Raden Wijaya menunggu waktu yang tepat untuk mengumumkan siapa saja anggota keluarganya yang sah. Prasasti Pananggungan (1305) menjadi layak dinantikan karena di sinilah tercantum pengumuman resmi dari istana.
Setelah menyebutkan keunggulan tiga ratu pertama, prasasti tersebut menyatakan tradisi Jawa bahwa putra sulung penguasa mewarisi kerajaan ayahnya dan tak bisa diganggu-gugat.
Namun, beberapa kali Gayatri menanyakan bagaimana Raden Wijaya memandang masa depan kedua putrinya ketika putranya mewarisi tahta. Raden Wijaya selalu meredam ketegangan dengan bercanda.
"Aku tidak pernah khawatir akan nasib putri kita," ujar Raden Wijaya, "Mereka mewarisi rupaku yang tampan dan kecerdasanmu, dan karena itu mereka akan menikah dengan para pangeran Jawa yang paling sempurna dan memerintah kerajaan melalui tangan suami, persis seperti yang dilakukan sang ibunda!"
Namun, Gayatri tetap khawatir akan masalah suksesi karena ia tidak yakin akan kemampuan putra sulung Wijaya untuk memerintah negeri dengan baik.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait